Jembatan Ampera - SUMATRA SELATAN

Jembatan Ampera - SUMATRA SELATAN


Jembatan Ampera merupakan ikon wisata dari Palembang, Sumatera Selatan. Jembatan Ampera ini membelah Sungai Musi dan menjadi jantung bagi kegiatan masyarakat Palembang sehari-hari. Saat malam, hiasan lampunya sungguh cantik. Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota, terletak di tengah-tengah kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi. Sebelum ada Jembatan Ampera ini, masyarakat yang ingin pergi ke hulu atau sebaliknya, cukup kerepotan karena harus menyeberang Sungai Musi. Dengan adanya Jembatan Ampera, memudahkan kegiatan sehari-hari masyarakat sekitar. Jembatan Ampera telah menjadi ikon wisata dari Palembang. Panjang Jembatan Ampera hingga ribuan meter, arsitektur yang cantik, dan pemandangan jembatan yang beralaskan Sungai Musi, menjadi daya tarik wisatawan untuk berfoto. Saat lapar, di sekitar Sungai Musi yang terletak di bawah Jembatan Ampera dapat menjadi tujuan wisata kuliner Anda. Ada berbagai menu khas Palembang, seperti pempek dan masih banyak lagi. Keindahan Jembatan Ampera akan terasa sempurna saat malam hari. Puluhan lampu yang cantik akan menghiasi jembatan ini, dijamin akan membuat Anda terpana. Pemandangan istimewa yang wajib diabadikan dalam kamera. Tidak sedikit wisatawan yang menghabiskan malam dengan berfoto atau menikmati cahaya lampunya.

SEJARAH



Ide untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang ”Seberang Ulu dan Seberang Ilir” dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Wali kota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi.
Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali mencuat. DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali mengusulkan pembangunan jembatan kala itu, disebut Jembatan Musi dengan merujuk na-ma Sungai Musi yang dilintasinya, pada sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956. Usulan ini sebetulnya tergolong nekat sebab anggaran yang ada di Kota Palembang yang akan dijadikan modal awal hanya sekitar Rp 30.000,00. Pada tahun 1957, dibentuk panitia pembangunan, yang terdiri atas Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatra Selatan, H.A. Bastari. Pendampingnya, Wali kota Palembang, M. Ali Amin, dan Indra Caya. Tim ini melakukan pendekatan kepada Bung Karno agar mendukung rencana itu.
Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. Bung Karno kemudian menyetujui usulan pembangunan itu. Karena jembatan ini rencananya dibangun dengan masing-masing kakinya di kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir, yang berarti posisinya di pusat kota, Bung Karno kemudian mengajukan syarat. Yaitu, penempatan boulevard atau taman terbuka di kedua ujung jembatan itu. Dilakukanlah penunjukan perusahaan pelaksana pembangunan, dengan penandatanganan kontrak pada 14 Desember 1961, dengan biaya sebesar USD 4.500.000 (kurs saat itu, USD 1 = Rp 200,00).
Pembangunan jembatan ini dimulai pada bulan April 1962, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perangJepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut.
Pada awalnya, jembatan ini, dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.



Komentar

Postingan Populer